Kamis, 08 April 2010

ABDI NEGARA


Saya sempat kuliah di Program Diploma Tiga Pajak BPLK Dep-Keu RI, tahun 1993-1994. Dalam waktu yang singkat tersebut saya beruntung karena mendapat bimbingan dari para dosen yang terlibat langsung dengan pembuatan undang-undang perpajakan yang baru . Disela-sela kuliah para dosen atau lebih tepat widyaiswara tersebut selalu mengingatkan agar kelak ketika menjadi pegawai negeri di Dirjen Pajak agar selalu mengutamakan pelayanan kepada WP. Dengan tidak mengendurkan fungsi pengawasan , aparat pajak harus mampu memberikan pemahaman menyeluruh tentang perpajakan.

Saya tidak tahu apakah widyaiswara itu juga yang membimbing "junior" saya Gayus Tambunan. Tidak ada yang menyangka bahwa seorang Gayus Tambunan yang bergolongan IIIA dapat memiliki begitu banyak "kenikmatan hidup". Kasus ini mengingatkan saya terhadap pencurian nasabah oleh seorang customer service di Bank Mandiri cabang Tanjung Priok beberapa tahun lalu. Belum lagi dengan tertangkapnya pegawai negeri yang keluyuran pada jam kerja, mangkir tidak berdinas dan bahkan korupsi.

Gayus Tambunan menurut saya hanyalah potret kecil dari carut marut yang terjadi dilingkungan pegawai negeri sipil. Mungkin banyak PNS yang sudah berupaya memperbaiki keadaan akan semakin menggerutu dengan kejadian ini. Ada apa dengan Pegawai Republik Indonesia ?

Kalau bicara kesejahteraan saya kira tidak tepat. Kenaikan gaji berkala, tunjangan jabatan dan berbagai bentuk pendapatan yang disediakan oleh negara . Menurut kompas.com gaji untuk pegawai di level seperti Gayus Tambunan berkisar Rp 2,4 juta dan ditambah tunjangan dan lainnya menjadi Rp 12,1 juta (lihat : http://nasional.kompas.com/read/2010/03/25/15462973/Gaji.Gayus.Tambunan.Hanya.Rp.12.1.Juta). Jumlah penghasilan sebesar itu masuk dalam katogori keluarga sejahtera . Untuk pegawai di Departemen Keuangan memang penghasilan itu wajar karena mereka sangat rentan dengan apa yang disebut korupsi dan manipulasi. Melalui pemberian penghasilan sebesar itu diharapkan tidak terjadi lagi hal-hal yang menodai tentunya.

Bagaimana dengan PNS lain di Indonesia. Saya belum memiliki data yang pasti. Tapi saya yakin dengan belanja pegawai negeri dalam pos APBN yang semakin meningkat, kesejahteraan pegawai negeri juga semakin meningkat. Jadi tentunya masih ada hal lain yang perlu disikapi.

Dari logo KORPRI terdapat satu kalimat yang cukup magis : ABDI NEGARA. Kalimat tersebut ingin menunjukkan bahwa KORPRI adalah wadah dari para pengabdi negara. Mungkin disinilah masalahnya.
ABDI NEGARA tidak dapat dipahami sebagai abdi dari pemerintah. PNS perlu memahami bahwa unsur dari negara bukan hanya Pemerintah tapi juga warga negara. Pengertian Abdi Negara bukan berarti kekuasaan tapi malah sebaliknya pelayanan . Pelayanan kepada Negara yang berisi Pemerintah, Warga Negara , Wilayah dan unsur-unsur lainnya.

Tidak ada tempat bagi seorang Abdi Negara, apalagi dalam Negara Kesatuan RI ,untuk menjadi seorang penguasa. Seluruh elemen bangsa ini adalah Abdi Negara. Cerminan yang paling kasat mata adalah refleksi APBN. Elemen bangsa ini harus berbangga karena APBN RI lebih dari 70% telah didanai dari Pajak. Artinya setiap anak bangsa mempunyai peran dan andil dalam membangun Indonesia. Kalau Presiden Soekarno masih hidup beliau pasti bangga , karena bangsa Indonesia telah mandiri.

Hanya saja dalam kaca mata saya PNS belum memahami arti ABDI NEGARA seutuhnya. Itu juga terjadi di institusi Polri maupun TNI. Menjadi PNS tidaklah mungkin akan memiliki sebuah Bently ataupun unit di Pakubuwono Residence dengan mengharapkan penghasilan dari Negara semata. Begitu pula dengan Pegawai Swasta, untuk mendapatkan hal yang sama mungkin hanya segelintir yang bisa dan itupun sudah menduduki posisi yang strategis dalam perusahaan. Menjadi pengusaha juga butuh waktu untuk mendapatkan kemewahan semua. Karena itu dalam benak PNS dan tentunya dalam benak seluruh elemen bangsa harus dicantumkan dan ditanamkan dalam sanubari bahwa kesejahteraan bersama harus didahulukan tanpa menafikan hasil kerja keras orang yang ternyata lebih baik dari sisi ekonomi.

Dalam sebuah episode film seri Numbers yang disiarkan oleh sebuah statsiun televisi asing, pernah ditampilkan sebuah adegan menyentuh. Film ini berkisah tentang dua orang kakak beradik yang saling mendukung. Yang tertua menjadi agen FBI dan yang muda menjadi professor matematika di sebuah universitas. Suatu saat sang Ayah , dalam permainan catur dengan keduannya mengungkapkan kebanggaannya terhadap kedua anaknya yang bekerja untuk komunitas, menjadi penegak hukum dan pengajar. Dalam tayangan tersebut keduannya digambarkan hidup layak dan cukup sejahtera. Mereka dalam profesi masing-masing saling mendukung untuk menjadi pelayan masyarakat . Saya baru tersadar bahwa menjadi pegawai negeri di Amerika bukanlah hal yang mudah, hidup layak dengan beban tanggung jawab yang besar.

Kasus Gayus Tambunan selaknya menjadi puncak "keserakahan" oknum PNS. Mengapa puncak? karena setelah Gayus Tambunan saya berharap tidak akan timbul lagi bentuk-bentuk keserakahan, kekerasan dan kekejaman yang dilakukan oleh PNS maupun anggota TNI dan Polri. Saya berharap kesadaran bahwa menjadi ABDI NEGARA bukanlah penguasa tapi menjadi pelayan telah mencapai puncak. Bangsa ini menanti dan berdoa agar mereka yang diberi kekuasaan bertanggungjawab seutuhnya kepada NEGARA SEUTUHNYA bukan kepada salah satu unsur negara saja. Semoga

LOGO KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA ,Sumber : http://elesen4446.blogspot
.com/2009/09/logo-korpri-08092009.html

Tidak ada komentar:

Join Zidddu

Pengikut

Arsip Blog

Powered By Blogger